Love Letters Buat Kamu dan Kamu

Hai kamu. Dan kamu.

Don't be surprised kalo tiba-

tiba saya nulis surat seperti ini

buat kamu, dan kamu.


Well... yeah... so last-decade

memang kirim surat kayak

gini. Sebenernya writing letters

isn't really my thing dan

mungkin buatmu gak terlalu

penting. Jadi biarpun aku

bakal pusing tujuh keliling,

hingga kening keriting, i

promise you i,ll try my best

untuk membuat surat ini

tidak terdengar seperti kiasan

cheesy soal cinta di kartu

Valentine yang dicetak masal.


by Rakhmawati Fitri

Minggu, 24 Agustus 2014

Cewek Cosmo Tidak Bisa Menggunakan Kloset Duduk, Bagaimana Pendapat Anda?

Berawal dari sebuah kisah nyata. Kisah yang begitu menggelikan. Benar-benar di luar nalar hingga menimbulkan suatu judgement aneh pada dirinya. (ingat ya ANEH bukan NEGATIVE, aneh = unik). Penilaian tersebut muncul pada kegiatan sehari-hari kita yaitu pup atau be’ol.

Mungkin kalian pernah terfikir bahwa cewek kalian kentutnya besar atau kecil ya? Ekspresinya bagaimana apakah sama saat dia poto selfie? Atau mungkin hal lain yang belum terfikirkan yang lebih gila lagi. Hal tersebut menginspirasi saya untuk menulis di blog ini. Walaupun sebenarnya tak pernah terpikirkan hal-hal tabu seperti ini sebelumnya. Pikiran tabu itu justru muncul saat kisah ini terjadi. Berikut kisahnya.

Pada hari itu, semilir angin yang tak hentinya berhembus (sebut saja Lala nama samaran) maen ke kosku. Oh iya sebelumnya aku deskripsikan dia dikit ya, dulunya dia model brand-brand terkenal dan sering berlenggak-lenggok di event lokal Banyuwangi seperti Shopie Martin, Telkomsel, LA, dll. selain itu sebagaimana cewek khas metropolitan, ia juga shopaholic tak ayal baju koleksinya banyak yang branded. Waktu SMA ia jadi ketua koordinasi ekskul dance otomatis selalu bersanding dengan geng paling cantik di SMA. Baik kembali lagi ke topik. Saat itu seperti biasa ia main ke kosanku kalo enggak salah dia nonton TV fashion deh sambil leyeh-leyeh di kasur.

   


Tiba-tiba Lala pengen pup, aku suruh aja dia pup sambil kubawakan sabun cair untuk mencusikan pantatnya dari najis mukhaffafah. Enyahlah dia menuju toilet. Beberapa detik kemudian ia kembali lagi ke kamarku seraya berekspresi kaget, “Lho Val klosetnya duduk.” “Iya emangnya kenapa?” kataku. Lalu ia mencoba mencurahkan isi hatinya dengan terbata-bata, “A-Aku lupa, se-sebenarnya aku nggak bisa pup di kloset duduk.” Ujarnya sambil menundukkan kepala. JENG JENG “APAA…!!!”. Semua kejadian itu layaknya sinetron yang sulit untuk dinalar. Ekspresinya yang tertunduk malu, kemudian beralih dengan ekspresiku yang shock berat dengan mulut menganga. Kemudian beralih ke ekspresi Lala kemudian aku. Lala, aku. Semakin cepat, semakin cepat. Lala. Aku. Lala. Aku. Lala. Aku.


“Yaampun Lala, kamu gak bisa pake kloset duduk,” kuutarakan itu dengan sesak sambil menaruh rasa iba padanya. Hingga ingin rasanya menyandarkan kepalanya ke dadaku sambil memeluknya kemudian berkata “Aku tahu ini cobaan berat bagimu, tapi kamu harus bisa. Kamu harus kuat menahan cobaan berat ini dan kamu jangan menyerah sebelum mencoba.” Tapi tak sampai hati kulakukan seperti itu. Aku hanya bilang “Ya dicoba aja.”

Kemudian ia menuruti perintahku lalu kembalilah ia ke toilet. Seperti menunggu hasil audisi nyanyi, aku hanya bisa berdoa untuk dia saja. Hingga timeline twitter yang kupantau tak lagi menarik. Aku juga tak mengerti apakah ia benar-benar melakukannya atau menangis menahan penderitaan di dalam toilet.

Delapan menit berjalan, akhirnya Lala kembali dengan kekacauan yang berputar-putar di atas kepalanya. Ia melemparkan tubuhnya di kasurku kembali. “Gimana La, bisa?” tanyaku penasaran. “Enggak.” Jawabnya singkat. “Lantas?” tanyaku penasaran lagi. “Nggak bisa turun walaupun udah kupaksakan. Rasanya seolah naik lagi.” Begitu katanya. Ledakan tawa membahana. Katanya jika sudah keluarpun ia juga kebingungan bagaimana caranya cebok. Untungnya nggak keluar. Jika keluar ia mengaku berinisiatif cebok dengan cara jongkok di lantai. Gelak tawa kembali menggema.  Kami tak henti-hentinya tertawa lepas hingga bergelora ke angkasa.


Ini dia penampakannya. Mungkin di dalam sana tersimpan kisah keragu-raguan gadis mungil yang akan berak.

EPILOG: Lala pernah mengajakku untuk menyusun rencana liburan ke Singapore. Aku sih semangat banget. Tapi apakah dia tidak memikirkan bagaimana ketika dia kebelet pup di Singapore yang notabene toiletnya memakai kloset duduk semua? Pertanyaan itu terus menjadi misteri hingga saat ini.

           Memang tak ada salahnya menggunakan toilet jongkok atau duduk. Intinya itu hanya kebiasaan saja. Kita akan bisa karena terbiasa. Toh aku juga agak kesulitan menggunakan toilet jongkok karena faktor badanku yang belum six pack. Tapi entah mengapa mindsetku berkata bahwa sosok Lala yang cosmopolitan bingit nggak bisa ehm mungkin lebih tepatnya belum bisa menggunakan kloset duduk, kok rasanya agak janggal ya. Lantas bagaimana pendapat anda???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar