Sering
sekali aku mendengar “Kosanmu bebas gak?” dan jujur aku sulit mendefinisikan
makna ‘kosan bebas’ yang sesungguhnya. Karena pada dasarnya yang dimaksud ‘kosan
bebas’ di setiap daerah itu berbeda-beda. Begitu pula pendapat kaum laki-laki
dan perempuan juga berbeda dalam menanggapi makna ‘kosan bebas’. Berikut saya
uraikan sedikit tentang perbedaan ‘kosan bebas’ antardaerah.
Bali.
Kosan di Bali (daerah Denpasar) sistemnya menyewa kamar per tahun. Listrik,
air, TV kabel, wifi, telepon rumah, dll bayar sendiri dan pasang sendiri. Jadi gak
ada ceritanya tuh pemadaman dadakan gara-gara tetangga kamar sebelah menanak
nasi pake rice cooker, karena kosan di Denpasar setiap kamarnya sudah ada
meteran listrik dan meteran air sendiri-sendiri. Selain itu kosan di sana tidak
mengenal pengelompokan kosan berdasarkan jenis kelamin. Jadi kalau ada plat
bertuliskan ‘terima kos’ bertengger di pagar, ya siapapun boleh menyewa.
Ada
secuil cerita dari kakakku yang dulu pernah kuliah di Bali. Ia mengatakan bahwa
kosannya dulu sangat bebas dalam artian diperbolehkan kumpul kebo dengan
syarat-syarat tertentu. “Kalian kumpul kebo gak masalah yang penting kenalkan
dulu pacarmu sama ibu takutnya jika nanti ada apa-apa ibu bisa memburu cowokmu
untuk diminta pertanggung jawaban. Tapi kalau enggak ya itu urusan kamu.” Ujar pemilik
kosan yang disampaikan kakakku. Dan menurutnya tidak ada yang memanfaatkan ’kesempatan’
itu. Semua normal-normal saja, tidak ada masalah dalam pergaulan.
Berbeda
lagi dengan sistem kosan di Banyuwangi. Jika di Banyuwangi khususnya di daerah
kampus UBI Banyuwangi, sistemnya adalah sewa rumah. Artinya jika mau kos di
sana sistemnya seperti ngontrak rumah dan biayanya ditanggung bersama. Pemilik
rumah hanya menyediakan rumah dan fasilitasnya seperti TV, mesin cuci, kulkas,
AC, dll. sedangkan listrik dan air ditanggung penyewa. Harga kosan di sana relatif
tergantung berapa banyak penghuni. Semakin banyak penghuni maka semakin murah
biaya sewa kosnya karena ditanggung bersama. Karena sistem kosnya bukan seperti
kosan pada umumnya malah cenderung seperti kontrakkan, maka tetanggaku dan
teman-teman ibuku banyak yang membeli property di sana untuk berinvestasi.
Bedanya
sistem ngontrak di Jember dan Banyuwangi, kalau Jember yang diajak ngontrak
hanya teman-temannya saja. Namun kalau di Banyuwangi siapapun boleh tergantung
kesepakatan. Di sana tak ada larangan jika teman lawan jenisnya berkunjung
asalkan sopan. Sopan dalam artian tidak mengganggu tetangga dan bu RT, seperti
bergurau keras-keras, menyetel musik keras-keras dll. Jadi makna ‘kosan bebas’
di sana adalah bebas dari gedoran bu RT yang cerewet, mungkin itu.
Lain
halnya jika di Jember. Mayoritas sistem kosan di Jember sangat ketat apalagi pengelompokan
berdasarkan jenis kelamin. Sangat jelas sekali tulisan di plat pagar yang
bertuliskan ‘Terima Kos Putra’ atau ‘Terima Kos Putri’ setelah masuk di
berandanya lebih jelas lagi terpampang ‘cowok dilarang masuk’ atau ‘cewek
dilarang masuk’. Sebuah tulisan yang tak asing di area pondok pesantren. Apakah
hal tersebut menjadi masalah? nyatanya tidak. Sudah dari dulu sistem kosan Jember
seperti itu dan hingga sekarang tak ada perubahan sistem karena sudah terlanjur
terikat dengan adat dimana latar belakang Jember adalah kota santri.
Dari
sistem yang terikat seperti itu, maka munculah suatu kata yang mewakili gerakan
kontra jiwa kawula muda yang ingin melawan sistem kosan yang dianggapnya
konservatif hingga melahirkan kata ‘kosan bebas’ yang penuh arti (ngomong apa
sih?). Intinya kata ‘kosan bebas’ muncul karena kosan di Jember tidak bebas. Tidak
bebas dalam artian temen cewek dilarang maen ke kamar cowok dan adanya batasan
jam malam, Aturan tersebut yang mendominasi timbulnya kosan yang ‘tidak bebas’.
Dan
uniknya mahasiswa dan mahasiswi yang kuliah di Jember berbeda pendapat saat
ditanya maksud ‘kosan bebas’. Menurut para cowok nih ‘kosan bebas’ artinya
kosan yang bebas yang boleh membawa cewek masuk ke kamar. Dan menurut para
cewek ’kosan bebas’ adalah kosan yang bebas dari jam malam, atinya pulang pukul
berapapun boleh. Dan kenyataannya ada yang menjadikan syarat utama dalam
mencari kosan baru harus ‘bebas’ terutama cowok-cowok. Hal tersebut banyak
permintaan dari forum info kos dan kontrakan Jember di facebook. https://www.facebook.com/groups/328349143894149/
Makna
‘kosan bebas’ yang berbeda-beda di setiap daerah itulah yang membuatku
binggung. “Val kosanmu bebas nggak?” tanya Iqbal. “Bebas maksudnya? Bebas ngaji
ya?” tanyaku memastikan. Dari percakapanku dengan Iqbal si cowok
terong-terongan asal Situbondo salah satu bukti misunderstand tentang makna ‘kosan
bebas’. Aku yakin terong-terongan asal SItubondo tersebut menganggapku cowok
paling kotrok, gak gaul, gak hip-hop masa nggak ngerti kosan bebas sih, begitu
pikirnya.
“Hahaha!!!
Ya bebas boleh bawa cewek ke dalem!” ujar Iqbal sambil tertawa ringan ingin
mencairkan suasana namun terdengar ironis.
“Oh
gitu. Kosanku boleh kok cewek maen-maen ke kamar!” ujarku dengan santai.
“Iya
tah? Kosanmu daerah mana? Ada kamar kosong gak?” kata Iqbal sambil terus berharap
hingga membabi buta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar