Berawal dari sebuah
kisah nyata. Kisah yang begitu menggelikan. Benar-benar di luar nalar hingga menimbulkan
suatu judgement aneh pada dirinya. (ingat ya ANEH bukan NEGATIVE, aneh = unik).
Penilaian tersebut muncul pada kegiatan sehari-hari kita yaitu pup atau be’ol.
Mungkin kalian pernah
terfikir bahwa cewek kalian kentutnya besar atau kecil ya? Ekspresinya
bagaimana apakah sama saat dia poto selfie? Atau mungkin hal lain yang belum
terfikirkan yang lebih gila lagi. Hal tersebut menginspirasi saya untuk menulis
di blog ini. Walaupun sebenarnya tak pernah terpikirkan hal-hal tabu seperti
ini sebelumnya. Pikiran tabu itu justru muncul saat kisah ini terjadi. Berikut
kisahnya.
Pada hari itu, semilir
angin yang tak hentinya berhembus (sebut saja Lala nama samaran) maen ke kosku.
Oh iya sebelumnya aku deskripsikan dia dikit ya, dulunya dia model brand-brand
terkenal dan sering berlenggak-lenggok di event lokal Banyuwangi seperti Shopie
Martin, Telkomsel, LA, dll. selain itu sebagaimana cewek khas metropolitan, ia
juga shopaholic tak ayal baju koleksinya banyak yang branded. Waktu SMA ia jadi
ketua koordinasi ekskul dance otomatis selalu bersanding dengan geng paling
cantik di SMA. Baik kembali lagi ke topik. Saat itu seperti biasa ia main ke
kosanku kalo enggak salah dia nonton TV fashion deh sambil leyeh-leyeh di
kasur.
Tiba-tiba Lala pengen
pup, aku suruh aja dia pup sambil kubawakan sabun cair untuk mencusikan
pantatnya dari najis mukhaffafah. Enyahlah dia menuju toilet. Beberapa detik
kemudian ia kembali lagi ke kamarku seraya berekspresi kaget, “Lho Val
klosetnya duduk.” “Iya emangnya kenapa?” kataku. Lalu ia mencoba mencurahkan
isi hatinya dengan terbata-bata, “A-Aku lupa, se-sebenarnya aku nggak bisa pup
di kloset duduk.” Ujarnya sambil menundukkan kepala. JENG JENG “APAA…!!!”. Semua
kejadian itu layaknya sinetron yang sulit untuk dinalar. Ekspresinya yang
tertunduk malu, kemudian beralih dengan ekspresiku yang shock berat dengan mulut
menganga. Kemudian beralih ke ekspresi Lala kemudian aku. Lala, aku. Semakin cepat,
semakin cepat. Lala. Aku. Lala. Aku. Lala. Aku.
“Yaampun Lala, kamu gak
bisa pake kloset duduk,” kuutarakan itu dengan sesak sambil menaruh rasa iba
padanya. Hingga ingin rasanya menyandarkan kepalanya ke dadaku sambil
memeluknya kemudian berkata “Aku tahu ini cobaan berat bagimu, tapi kamu harus
bisa. Kamu harus kuat menahan cobaan berat ini dan kamu jangan menyerah sebelum
mencoba.” Tapi tak sampai hati kulakukan seperti itu. Aku hanya bilang “Ya
dicoba aja.”
Kemudian ia menuruti
perintahku lalu kembalilah ia ke toilet. Seperti menunggu hasil audisi nyanyi,
aku hanya bisa berdoa untuk dia saja. Hingga timeline twitter yang kupantau tak
lagi menarik. Aku juga tak mengerti apakah ia benar-benar melakukannya atau
menangis menahan penderitaan di dalam toilet.
Delapan menit berjalan,
akhirnya Lala kembali dengan kekacauan yang berputar-putar di atas kepalanya. Ia
melemparkan tubuhnya di kasurku kembali. “Gimana La, bisa?” tanyaku penasaran. “Enggak.”
Jawabnya singkat. “Lantas?” tanyaku penasaran lagi. “Nggak bisa turun walaupun
udah kupaksakan. Rasanya seolah naik lagi.” Begitu katanya. Ledakan tawa
membahana. Katanya jika sudah keluarpun ia juga kebingungan bagaimana caranya
cebok. Untungnya nggak keluar. Jika keluar ia mengaku berinisiatif cebok dengan
cara jongkok di lantai. Gelak tawa kembali menggema. Kami tak henti-hentinya tertawa lepas hingga
bergelora ke angkasa.
Ini dia penampakannya. Mungkin di dalam sana
tersimpan kisah keragu-raguan gadis mungil yang akan berak.
EPILOG: Lala pernah
mengajakku untuk menyusun rencana liburan ke Singapore. Aku sih semangat
banget. Tapi apakah dia tidak memikirkan bagaimana ketika dia kebelet pup di
Singapore yang notabene toiletnya memakai kloset duduk semua? Pertanyaan itu terus
menjadi misteri hingga saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar